Sosok Haryati,Guru SD Paksa Siswa Belajar di Lantai Gegara Nunggak SPP Rp 180 Ribu

Posted on

Terungkap sosok guru yang paksa siswa bernama Mahesa belajar di lantai gegara nunggak SPP sebanyak RP 180 ribu.

Sosok sang guru yang dimaksud adalah Haryati.

Kamelia, ibunda Mahesa mengaku bahwa anaknya itu telah menunggak SPP selama tiga bulan.

Total SPP dari bulan Oktober, November, Desember yang belum dibayarkan Kamelia itu berjumlah Rp180 ribu.

Kamelia mengakui bahwa sempat diperingatkan oleh wali kelas anaknya agar segera membayar tunggakan SPP.

Karena belum punya uang, Kamelia pun meminta perpanjangan waktu untuk melunasi tunggakan SPP.

Rencananya pada Rabu (8/1/2025) Kamelia lalu akan menjual ponselnya dan datang ke sekolah untuk melunasi SPP sang anak.

Namun sebelum datang ke sekolah, Kamelia sempat syok membaca balasan chat dari bu guru Haryati yakni soal Mahesa tidak boleh duduk di bangku sebelum SPP-nya dilunasi.

Diungkap Kamelia, putranya memang sudah mengadukan bahwa ia disuruh belajar di lantai oleh bu guru.

“Ibu, peraturan kemarin kalau tidak mengambil rapor, tidak benarkan masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran, karena anak ibu datang tidak mungkin saya suruh pulang, makanya saya izinkan masuk tapi tidak boleh duduk di bangku,” kata bu guru Haryati kepada Kamelia, dikutip dari Tribunnews Bogor.

Mengetahui anaknya menangis karena disuruh duduk di lantai, Kamelia pun mendatangi sekolah.

Alangkah terkejutnya Kamelia melihat sang putra sulung tidak duduk di bangku melainkan di lantai.

“Begitu saya masuk gerbang, temannya (Mahesa) ngejar sambil pegang tangan saya (bilang) ‘ibu, ambil lah rapotnya Mahesa. Kasihan loh bu duduknya di semen kayak pengemis’. Terus saya nangis, ya Allah kok gini kali,” ujar Kamelia menahan tangis.

Hingga akhirnya Kamelia pun langsung bertanya ke bu guru Haryati soal alasannya meminta Mahesa duduk di lantai.

Tak merasa bersalah, bu guru Haryati malah adu mulut dengan Kamelia.

“Sampai saya datang ke depan kelas, ya Allah nak, kejam kali gurumu. Gurunya enggak lama datang, jadinya kami argumen perang mulut. Kata dia (bu guru) ‘kan saya sudah suruh anak ibu pulang tapi anak ibu tidak mau pulang’,” imbuh Kamelia.

Bukan cuma itu, bu guru juga menyebut Kamelia bertindak tidak sopan karena datang ke sekolah.

Hal itu sontak membuat Kamelia emosi.

“Ibu, ayo ke kantor, ini enggak sopan ibu ngomong,” ujar bu guru Haryati.

“Ibu bilang ini tidak sopan, sopan tidak anak saya duduk di bawah. Ibu jauh lebih berpendidikan dari saya, setidaknya jangan lah buat anak saya kayak binatang begini,” balas Kamelia.

Atas insiden tersebut, Kamelia dan bu guru Haryati pun akhirnya dilerai di ruang kepala sekolah.

Terkait kasus viral yang terjadi di sekolahnya itu, pihak kepala sekolah akhirnya bersuara.


Klarifikasi Kepala Sekolah

Klarifikasi Kepala Sekolah soal siswa yang menunggak biaya SPP dihukum belajar di lantai.

Kepala Sekolah Abdi Sukma, Juli Sari, menjelaskan bahwa tindakan guru yang menghukum AM, siswa kelas IV SD Abdi Sukma, Medan, untuk belajar di lantai karena menunggak SPP adalah inisiatif pribadi guru tersebut.

Juli menegaskan bahwa pihak yayasan tidak pernah mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan siswa yang belum membayar SPP untuk duduk di lantai.

“Inisiatif Wali kelasnya membuat peraturan sendiri di kelasnya bahwa kalau anak tidak ada menerima rapot (karena tunggak SPP), tidak boleh menerima pelajaran dan mendudukkan siswa tersebut di lantai saat pelajaran berlangsung, tanpa kompromi dengan pihak sekolah,” kata dia, Jumat (10/1/2025) dikutip dari Kompas.com.

Diakui Juli, siswa tersebut belum melunasi SPP dan karena itu belum dapat menerima rapot.

Namun, AM sebenarnya tetap boleh untuk ikut belajar di dalam kelas.

“Sebenarnya anak itu tidak menerima rapor karena belum melunasi SPP. Tapi tidak jadi permasalahan sebenarnya dan tetap bisa mengikuti pelajaran,” kata dia.

Juli mengaku sudah melakukan pemanggilan terhadap wali murid dan wali kelas secara langsung.

Dia juga sudah meminta maaf kepada orangtua siswa tersebut.

Untuk tindakan tegas terhadap wali kelas, kata Juli, pihaknya belum bisa memutuskan secara langsung.

Senin pekan depan, sekolah akan melakukan rapat dengan ketua yayasan dan bendahara untuk memutuskan sanksi kepada wali kelas tersebut.


Viral di Media Sosial

Seorang siswa kelas IV SD swasta di Kota Medan, Sumatera Utara inisial MA, dihukum belajar di lantai oleh gurunya karena menunggak bayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) selama tiga bulan.

Ia disuruh duduk di lantai keramik di hadapan rekannya sejak tanggal 6 Januari hingga 8 Januari dari pagi sampai jam belajar selesai.

Videonya pun beredar luas hingga viral di media sosial.

Menyikapi apa yang terjadi terhadap anaknya, Kamelia (38) tak kuasa membendung air matanya.

Betapa pedih hatinya melihat anaknya duduk di lantai kelas tak boleh ikut proses belajar mengajar.

Emosinya meledak sedihnya melihat langsung putranya, pada Rabu 8 Januari diperlakukan seperti itu oleh seorang guru yayasan hanya gara-gara menunggak uang sekolah selama tiga bulan.

Ibu MA, Kamelia (38), mengatakan hukuman itu sudah dijalani anaknya selama dua hari.

Kata dia, rentang waktu hukuman terjadi dari tanggal 6 hingga 7 Januari 2025.

MA duduk di lantai dari pukul 08.00 WIB hingga 13.00 WIB.

“Dari Senin (6/1/2025), anak saya disuruh duduk di lantai dari pagi sampai jam 13.00,” ujar Kamelia saat diwawancarai di rumahnya di Jalan Brigjen Katamso, Medan, Jumat (10/1/2025).

Kamelia mengakui anaknya menunggak uang SPP selama 3 bulan dengan total biaya Rp 180 ribu.

Kata dia, salah satu penyebab tunggakan tersebut adalah karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) di tahun akhir 2024 belum cair.

Sementara itu, dia tidak memiliki uang untuk membayar.

Kamelia memang tidak memiliki pekerjaan tetap.

Ia merupakan relawan di Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) aktif membantu mendampingi seorang pasien yang kesulitan dalam administrasi.

Sedangkan suaminya, bekerja sebagai kuli bangunan yang merantau.

Ia mengungkap kenapa dirinya belum membayar biaya sekolah anaknya yaitu karena dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar Rp 450 ribu belum cair.

Selama ini, uang sekolah anaknya dibayar menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).

“Pokoknya, enam bulan dibiayai pakai dana bos, 6 bulan bayar dari Juli sampai Desember. Kalau cair, 450.000 itu saya habiskan untuk biaya sekolah, gak pernah saya ambil,” katanya.

Dia mengatakan awalnya anaknya juga tidak boleh mengikuti ujian akhir semester saat duduk di bangku kelas III SD, namun dia telah meminta kompensasi waktu pembayaran kepada kepala sekolah dan anaknya diizinkan mengikuti ujian.

Namun, anaknya tidak mendapatkan rapor.

Kemudian Kamelia berencana menebus uang sekolah anaknya pada Rabu (8/1/2025).

Dia ingin menjual handphone-nya terlebih dahulu untuk tambahan membayar uang sekolah.

Sebelum dia pergi ke sekolah, dia sempat mendengar cerita anaknya yang malu datang ke sekolah karena dihukum belajar di lantai oleh gurunya.

“Malu, loh Mak, ke sekolah. Kenapa malu? (Saya) disuruh duduk di semen, gara-gara belum ambil rapot lah, sejak Senin sampai Selasa,” ujar Kamelia menirukan ucapan anaknya.

Kala itu Kamelia tidak langsung percaya, sehingga pada Rabu (8/1/2025) dia langsung datang ke sekolah.

“Begitu sampai gerbang sekolah, kawan-kawan anak saya ngejar saya, sambil bilang, ‘Ambillah rapotnya, Bu, kasihan kali (korban) duduk di semen kayak pengemis.’ Di situ saya sempat nangis gitu kan, ya Allah, kok kayak gini kali,” ujar Kamelia.

Lalu saat tiba di ruang kelas, Kamelia melihat anaknya duduk di lantai sementara teman-teman yang lain duduk di kursi.

“Saya bilang ke anak saya, ‘Kejam kali guru mu, nak.’ Baru datang wali kelasnya dan langsung bilang, ‘Peraturannya kalau belum bayar tidak dibenarkan sekolah,'” ujar Kamelia menirukan ucapan wali murid anaknya.

Kata Kamelia, wali murid menyuruh anaknya duduk di lantai karena sang anak tidak mau disuruh pulang.

“‘Anak ibu sudah saya suruh pulang tetapi dia tidak mau pulang.’ Jadi dia tidak boleh belajar? Kata saya, terus saya bilang, ‘Dulu saya sekolah tapi tidak gini juga caranya, dihukum kayak gini,'” ujar Kamelia menceritakan perdebatan dengan wali murid anaknya.

Selanjutnya, tidak berselang lama, kepala sekolah SD tersebut hadir dan menengahi.

Kamelia lalu bertanya kepada kepala sekolah tersebut apakah aturan itu diberlakukan oleh sekolah.

“Saya tidak tahu,” kata Kamelia menirukan ucapan kepala sekolah.